Powered by Blogger.
Home » » BUAL DAN BUAIYAN MAHAR POLITIK

BUAL DAN BUAIYAN MAHAR POLITIK

Oleh : Anang Anas Azhar

SATU per satu, kepala daerah di negeri ribuan pulau ini menjadi "santapan" KPK. Ntah tsunami apa yang menghantam Partai Golkar hari ini. KPK akhirnya menetapkan dua kader Golkar sebagai tersangka kasus korupsi plus kasus dugaan penyuapan.

Kepala daerah kader Golkar itu yakni Walikota Cilegon (Ketua DPD II Golkar Cilegon), kemudian Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari (Ketua DPD I Golkar Kalimantan Timur). Sebelumnya, di Sumut Bupati Batubara di-OTT KPK, OK Arya Zulkarnain yang juga Ketua DPD II Golkar Kabupaten Batubara.

Kita tidak tahu lagi, ntah siapa lagi kader Golkar menjadi sasaran KPK. Belajar dari kasus ini, ternyata, muara tertangkapnya kasus penyuapan dan korupsi kepala daerah karena mahalnya mahar politik ketika pasangan calon menginginkan "perahu" dari jalur partai politik.

Kasus yang ramai diperbincangkan di Medsos hari ini, adalah curhat seorang kader Golkar yang juga Ketua PD I Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi. Sang politisi ini mengaku harus menyiapkan mahar politik Rp10 miliar untuk mendapatkan rekomendasi partainya maju sebagai cagub Jawa Barat di pilkada 2018.

Case yang kita temukan ini, saya kira tidak jauh berbeda dengan kondisi riil politik Sumatera Utara. Keharusan membayar mahar politik untuk mendapatkan rekomendasi partai politik, menjadi tugas utama pasangan calon menyiapkan anggaran. Mahar politik, ternyata menjadi daya tarik partai politik untuk mengusung pasangan calon.

Meski tidak semua partai politik berpikir demikian, tapi cost politik yang dikeluarkan pasangan calon angkanya cukup fantastis. Ketika pasangan calon ingin berkontestasi lewat partai politik, maka siap-siaplah menerima "bual dan buayaian" para pecundang elit partai politik di negeri ini. Elit partai politik tak pernah berpikir, untuk gratis dalam mengusung pasangan calon. Di pikiran mereka, di benak mereka adalah calon harus punya uang banyak, kemudian harus menang dalam pilkada dan yang terpenting, calon yang menang harus berpikir skeptis untuk membesarkan partai yang sudah mengusungnya. Kita berharap, semoga pasangan calon gubsu lewat partai politik tidak menerima "bual dan buayaian" para elit politik. Mohon maaf, case yang saya urai ini hanya sekilas pendapat pribadi atas kegundahan saya selama ini. **

0 comments:

Post a Comment