Powered by Blogger.
Home » » Menggagas Koalisi Ummat

Menggagas Koalisi Ummat


Oleh : Dr Anang Anas Azhar MA 


Hasil penghitungan riil (real count) Komisi Pemilihan Umum untuk Pilgub DKI Jakarta sudah  selesai. Dua pasangan calon yakni nomor urut 2 dan nomor urut 3 dipastikan melaju ke putaran kedua yang rencananya digelar 21 April 2017 mendatang. Keduanya masuk putaran kedua, karena dari dua pasangan calon itu sama-sama tidak memenuhi keinginan undang-undang karena persentasi di bawah 50 persen.

Mengutip laman resmi KPU DKI Jakarta dari 13.203 TPS, hasilnya Agus Yudhoyono-Sylviana Murni memperoleh 936.609 suara (17,05 persen), Ahok-Djarot 2.357.587 suara (42,91 persen), dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno 2.200.636 suara (40,05 persen). Total 7.218.279 pemilih yang terdaftar, 5.563.425 (77,1 persen) di antaranya menggunakan hak pilihnya. Sedangkan angka golput karena tidak memilih sebesar 1.654.854 (22,9 persen).

Pertanyaan kita sekarang, bagaimana peta politik pasca kekalahan AHY-Sylviani? Koalisi partai politik yang digagas Demokrat, PAN, PPP dan PKB mengusung AHY-Sylviani secara otomatis bubar. Bubar karena pasangan calon yang diusung partai politik ini tidak mampu memenangi pilkada, bahkan berada di nomor buncit. Sikap empat partai politik pengusung AHY dipastikan tercerai berai. Faktor tercerainya partai pendukung AHY, karena belum ada kejelasan elit politik keempat partai ini, apakah mengalihkan dukungan kepada pasangan Ahok-Djarot atau pasangan Anies-Sandi.

Sejumlah fakta politik dalam beberapa hari ini terakhir mulai dilakukan, termasuk lobi-lobi politik dari tim sukses pasangan calon nomor 2 dan nomor 3 sudah bergerilya. Pasangan ini berupaya menarik dukungan untuk memenangkan pasangan nomor urut 2 atau 3. Meski lobi-lobi telah dilakukan, hasilnya belum nampak ke publik. Dari riil politik yang ada, setidaknya peta politik dari Demokrat, PAN, PPP dan PKB tidak mungkin memberikan dukungan full kepada pasangan nomor urut 2. Sejumlah fakta politik, dapat diurai kedekatan SBY kepada partai penguasa yakni Megawati dan Joko Widodo tidak memungkinkan kalau Demokrat fuul mendukung Ahok-Djarot. Sentimen SBY dengan Mega sangat tinggi. Perlu diingat juga bahwa SBY memiliki dendam kesumat kepada Megawati, karena sampai saat ini tidak ada kelompok manapun yang dapat mendamaikan kedua tokoh tersebut.
   
Kemudian, mengurai dukungan PPP apakah mungkin fuul mengalihkan dukungan kepada Ahok-Djarot? Matematika politik penulis, riil politik PPP sangat tidak mungkin mendukung pasangan Ahok-Djarot. Ini dilihat dari sentimen agama, apalagi PPP latarbelakang massanya berasal dari Islam fanatik, khususnya yang berada di DKI Jakarta. Andaipun PPP ke Ahok-Djarot, reaksi kader/simpatisan PPP akan lebih keras menolak Ahok di akar rumput.

Selaanjutnya, peta dukungan PAN dan PKB bagaimana? Memahami grass root kedua partai politik ini adalah basis massa Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). PAN sangat tidak mungkin mengalihkan dukungan dengan Ahok, begitu juga dengan PKB. Andai pun dukungn PAN dan PKB ke Ahok Djarot, sikap reaktif dari kader Muhammadiyah dan NU semakin kencang. Kritik dan protes pasti akan berlangsung terhadap dua partai politik yang berbasis massa Muhammadiyah dan NU ini.

Kecenderungan peta politik dukungan PPP, PAN dan PKB dapat dipastikan kepada pasangan Anies-Sandi. Dengan sejumlah perkiraan politik yang diuraikan tersebut, pasangan Anies-Sandi akan mendulang suara yang banyak, untuk menambah perolehan suara pada putaran II Pilkada DKI Jakarta mendatang. 

Koalisi Ummat
Dalam banyak diskursus politik menghadapi pilkada putaran II DKI Jakarta, pasca penghitungan suara riil count, ada baiknya wacana koalisi umat yang tangguh segera dibangun. Elit partai politik, apakah dari PAN, PPP dan PKB elit politiknya duduk sama membicarakan peta politik pemenangan pasangan Anies-Sandi untuk menghempang kekuatan suara Ahok-Djarot. Perlu diingat, bahwa DKI Jakarta meski mayoritas penduduknya Islam, namun belum dipastikan kalau umat Islam di ibukota negara Indonesia itu bakal memilih pasangan Anies-Sandi. Oleh karenanya, kita perlu membangun koalisi ummat yang tangguh dari segala lini.

Analisis politik penulis, bahwa perhelatan pilkada DKI Jakarta menjelang 21 April 2017 ini, diprediksi  akan terus memanas. Hemat kita adalah, harus ada koalisi besar partai politik untuk menghempang pasangan Ahok-Djarot, jika umat Islam tidak  ingin pada putaran kedua dimenangi pasangan nomor urut 2.

Koalisi umat itu, setidaknya tahap awal berasal dari partai pendukung dahulu dari pasangan AHY-Sylvia yakni Demokrat, PAN, PKB dan PPP. Seiring dengan itu, lobi-lobi politik terus berjalan yang dilakukan tim pemenangan Anies-Sandi kepada partai politik. Meski partai politik akan membentuk koalisi besar di tingkat elit parpol, tetapi jika tidak diiringi dengan dukungan grass root, maka koalisi tersebut tidak akan sia-sia. Koalisi besar akan berbanding lurus, apalagi elit parpol dan massa arus bawah ikut memberikan pilihan kepada pasangan Anies-Sandi pada putaran II akan mendatang.

Kata kunci dukungan koalisi umat itu, jangan lagi memikirkan ego sentris partai politik masing-masing. Demokrat, PPP, PAN, PKB harus segera memutuskan mendukung pasangan nomor 3. Jika partai politik pendukung AHY tidak mendukung ini, akan merugikan partai dan pendukung AHY. Tapi, penulis meyakni perjalanan Demokrat di putaran kedua tidak akan berada pada posisi non blok alias netral.

Di sisi lain, koalisi partai politik diakui memang tidak terlalu efektif pada putaran ke II. Justru koalisi ummat yang berpengaruh. Pimpinan dan petinggi partai politik boleh saja berkoalisi, namun penguatan satu kepentingan yang didasari satu sentimen agama justru akan memperkokoh dan meningkatan suara Anies-Sandi. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan 25 persen swing voters akan berbondong-bondong masuk ke pasangan Anies- Sandi.

Data yang ada pada pasangan AHY, melalui perolehan suara 17 persen itu, akan menyebar sebagian ke Ahok dan Anies. Namun perlu diingat, SBY itu punya dendam yang lama kepada Mega yang sampai saat ini, tak seorang pun mampu mendamaikannya. Sikap SBY saat ini cukup menyulitkan. Hanya dua pilihan bagi SBY, apakah Demokrat mau mengalihkan dukungan kepada pasangan Anies-Sandi atau sikap lain memilih untuk golput dengan tidak mendukungan pasangan manapun.

Beberapa uraian di atas, hemat penulis sudah pantas dilakukan para elit politik kita di sentral kekuasaan partai politik dan organisasi keagamaan DKI Jakarta, agar menggagas koalisi keummatan yang kokoh dan tangguh. Melalui koalisi ini strategi yang dimunculkan adalah menyatukan ummat jangan sampai terbelah, apalagi suara yang seharusnya digiring ke Anies-Sandi bisa lari ke pasangan Ahok-Djarot. **

** Penulis adalah Dosen Fakultas Ilmu Sosial UIN-SU 

0 comments:

Post a Comment