Medan - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Dr Anang Anas Azhar MA menilai, merebaknya kasus megaproyek e-KTP, membuktikan bahawa para elit politik di negeri ini masih senang "mencari makan" dari uang APBN.
"Kita miris melihat sebagian elit politik kita. Mereka (politisi--red) masih senang cari makan dari uang APBN," kata Anang Anas Azhar menjawab wartawan, di Medan, Sabtu (11/3).
Anang menyebutkan, meski APBN jumlahnya ribuan triliun rupiah, tetapi tidak serta merta anggaran per itemnya dijalankan tepat sasaran. Salah satu kasus yang menjerat para politsi saat ini adalah kasus korupsi proyek e-KTP.
"Sejumlah nama masuk dalam daftar dakwaan jaksa KPK, bahkan tercatat ada 70 nama terlibat dalam proyek senilai Rp 5,9 triliun itu. Sedangkan anggaran yang sudah dikorupsi hampir setengahnya Rp 2,3 triliun," katanya.
Anang yang juga dosen pascasarjana UMSU dan UINSU ini menilai, penyalahgunaan anggaran terjadi, diakibatkan peran dan fungsi legislatif tidak berjalan dengan baik.
Semestinya, kata Anang Anas, proses pembahasan anggaran paling signifikan dan harus ada ketika pengawasan APBN itu berjalan. "Nah, di sinilah fungsi legislatif mengawasinya, bukan justu mengkorupsi anggaran," katanya.
Lanta pertanyaannya, kata Anang, mengapa tetap saja anggota DPR RI melakukan korupsi dari APBN. Menurut Anang, ini disebabkan ada ruang dan peluang untuk melakukan hal-hal yang transaksional.
"Jadi, seolah-olah DPR memegang poin persetujuan anggaran. Dan, kenyataan inilah yang terjadi bertahun-tahun, DPR memiliki kewenangan mensahkan anggaran dan celahnya dengan tersembunyi dalam paket proyek untuk dibag-bagi," katanya.**
"Kita miris melihat sebagian elit politik kita. Mereka (politisi--red) masih senang cari makan dari uang APBN," kata Anang Anas Azhar menjawab wartawan, di Medan, Sabtu (11/3).
Anang menyebutkan, meski APBN jumlahnya ribuan triliun rupiah, tetapi tidak serta merta anggaran per itemnya dijalankan tepat sasaran. Salah satu kasus yang menjerat para politsi saat ini adalah kasus korupsi proyek e-KTP.
"Sejumlah nama masuk dalam daftar dakwaan jaksa KPK, bahkan tercatat ada 70 nama terlibat dalam proyek senilai Rp 5,9 triliun itu. Sedangkan anggaran yang sudah dikorupsi hampir setengahnya Rp 2,3 triliun," katanya.
Anang yang juga dosen pascasarjana UMSU dan UINSU ini menilai, penyalahgunaan anggaran terjadi, diakibatkan peran dan fungsi legislatif tidak berjalan dengan baik.
Semestinya, kata Anang Anas, proses pembahasan anggaran paling signifikan dan harus ada ketika pengawasan APBN itu berjalan. "Nah, di sinilah fungsi legislatif mengawasinya, bukan justu mengkorupsi anggaran," katanya.
Lanta pertanyaannya, kata Anang, mengapa tetap saja anggota DPR RI melakukan korupsi dari APBN. Menurut Anang, ini disebabkan ada ruang dan peluang untuk melakukan hal-hal yang transaksional.
"Jadi, seolah-olah DPR memegang poin persetujuan anggaran. Dan, kenyataan inilah yang terjadi bertahun-tahun, DPR memiliki kewenangan mensahkan anggaran dan celahnya dengan tersembunyi dalam paket proyek untuk dibag-bagi," katanya.**
0 comments:
Post a Comment