Medan - Pengamat komunikasi politik dari Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN-SU), Dr Anang Anas Azhar MA menilai, Pilkada DKI Jakarta termasuk berkategori pertarungan dahsyat, karena diperebutkan tiga kutub besar yang berseberangan.
"Pilkada DKI saya lihat, hanya pertarungan tiga kutub besar yang berseberangan," kata Anang Anas Azhar menjawab wartawan, di Kampus UIN-SU, Selasa (14/2).
Dia menyebutkan, pertarungan tiga kutub besar itu adalah kutub rezim SBY, karena anak mantan Presiden RI ikut dalam kontestan Pilkada DKI. Kutub selanjutnya, disebut kutub Mega/Jokowi melalui calonnya Ahok-Djarot. Sementara kutub satu lagi adalah kutub Prabowo yang mengusung pasangan Anies-Sandiago.
Selama enam bulan terakhir kata lulusan doktor komunikas Islam UIN-SU ini, ketegangan politik terus mewarnai pilkada Indonesia. Bahkan, dari 102 pilkada yang digelar serentak di Indonesia, dinamika politik yang nampak di permukaan adalah pilkada DKI.
"Ini dikarenakan, DKI Jakarta dengan dengan pusat pemerintahan, ditambah lagi Jakarta merupakan sentralnya politik para politisi di negeri ini," kata Anang.
Anang memprediksi, intensitas politik dalam pilkada sejatinya menurun saat minggu tenang.Tapi justru peta politik berjalan kencang, lawan-lawan politik kembali menjatuhkan aktor di belakangan layar.
"Politik jelang pilkada bukan mereda, tapi justru semakin panas. Ini akibat pertaringan tiga kubu besar yang saling berlawanan," katanya.
Dia mengatakan, dalam sejumlah survei seperti dirilis Litbang Kompas, hasil survei Pilgub DKI 2017 yang menampilkan elektabilitas tiap calon setelah dua kali debat. Hasilnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat unggul, diikuti Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan Agus Yudhoyono-Sylviana Murni.
Hasilnya, Ahok-Djarot sebesar 36,2%. Sementara itu, elektabilitas Anies-Sandi sebesar 28,5% dan Agus-Sylvi 28,2%. Ada 7,1% responden yang belum menentukan pilihan.
"Secara statistik, ternyata tiga calon ini keunggulannya tidak signifikan. Dan bisa jadi, saat hari pencoblosan bisa berubah," kata Anang. **
"Pilkada DKI saya lihat, hanya pertarungan tiga kutub besar yang berseberangan," kata Anang Anas Azhar menjawab wartawan, di Kampus UIN-SU, Selasa (14/2).
Dia menyebutkan, pertarungan tiga kutub besar itu adalah kutub rezim SBY, karena anak mantan Presiden RI ikut dalam kontestan Pilkada DKI. Kutub selanjutnya, disebut kutub Mega/Jokowi melalui calonnya Ahok-Djarot. Sementara kutub satu lagi adalah kutub Prabowo yang mengusung pasangan Anies-Sandiago.
Selama enam bulan terakhir kata lulusan doktor komunikas Islam UIN-SU ini, ketegangan politik terus mewarnai pilkada Indonesia. Bahkan, dari 102 pilkada yang digelar serentak di Indonesia, dinamika politik yang nampak di permukaan adalah pilkada DKI.
"Ini dikarenakan, DKI Jakarta dengan dengan pusat pemerintahan, ditambah lagi Jakarta merupakan sentralnya politik para politisi di negeri ini," kata Anang.
Anang memprediksi, intensitas politik dalam pilkada sejatinya menurun saat minggu tenang.Tapi justru peta politik berjalan kencang, lawan-lawan politik kembali menjatuhkan aktor di belakangan layar.
"Politik jelang pilkada bukan mereda, tapi justru semakin panas. Ini akibat pertaringan tiga kubu besar yang saling berlawanan," katanya.
Dia mengatakan, dalam sejumlah survei seperti dirilis Litbang Kompas, hasil survei Pilgub DKI 2017 yang menampilkan elektabilitas tiap calon setelah dua kali debat. Hasilnya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat unggul, diikuti Anies Baswedan-Sandiaga Uno dan Agus Yudhoyono-Sylviana Murni.
Hasilnya, Ahok-Djarot sebesar 36,2%. Sementara itu, elektabilitas Anies-Sandi sebesar 28,5% dan Agus-Sylvi 28,2%. Ada 7,1% responden yang belum menentukan pilihan.
"Secara statistik, ternyata tiga calon ini keunggulannya tidak signifikan. Dan bisa jadi, saat hari pencoblosan bisa berubah," kata Anang. **
0 comments:
Post a Comment