Powered by Blogger.
Home » » KAMPUS MINIATUR NEGARA

KAMPUS MINIATUR NEGARA

Oleh : Anang Anas Azhar

Tidak berlebihan jika kampus disebut miniatur negara. Kampus merupakan efisentrum ilmu pengetahuan, kampus disebut sentral menimba adab dan etika, bahkan kampus disebut miniaturnya peralihan generasi. Negara yang maju akan dilihat seberapa jauh penduduknya memasuki dunia kampus untuk menuntut ilmu.

Universitas Al Azhar misalnya, masuk dalam universitas Islam tertua di dunia. Kampus ini berhasil membangun miniatur negara. Awalnya dari kelompok-kelompok pengajian kecil, diskusi kecil, akhirnya lahir sebuah peradaban kampus yang mengubah wajah peradaban dunia, tokoh-tokoh intelektual muda pun lahir dari kampus yang berpusat di Kota Kairo Mesir itu. Ribuan tokoh muncul dari kampus ini menjadi ulama dan umara yang karya-karya mereka tak sedikit menjadi rujukan peradaban dunia barat setelah runtuhnya Dinas Abbasiyah sampai Dinasti Turki Usmani.

Kendati peradaban Islam runtuh pasca Dinasti Abbasiyah sampai Dinasti Turki Usmani, tetapi karya-karya intelektual muslim tetap bersinar, bahkan tidak sedikit karya-karya mereka dijadikan rujukan perguruan tinggi di eropa dan amerika. Begitulah perhargaan dunia barat terhadap kampus dan isinya. Kampus dijadikan segalanya dalam mencetak intelektual yang berguna kemudian bagi negaranya.
 
Meramalkan dua puluhan tahun bangsa Indonesia ke depan, dapat dilihat dari kondisi kekampusan. Di masa itu, aktivis kampus masih banyak yang kuliah menuntut ilmu di kampus, setelah menamatkan studinya, aktivis tersebut kembali berjumpa di lapangan dalam arena yang berbeda dalam dinamika politik demokrasi kenegaraan. Sebut saja, tokoh-tokoh muda nasional kita, ada Eep Saifulah Fattah, Chandra M Hamzah, Fahri Hamzah, Budiman Sujatmiko, merupakan bukti nyata yang lahir dari rahim demokrasi kampus. Kampus sebagai kawah lautan intelektual mewabahkan dirinya sebagai lahan eksplorasi dalam mimbar bebas kampus. Dan kini tokoh-tokoh muda ini menjadi perhatian publik dan mendapat simpati, karena lahir dari kampus yang beradab.

Mengurai ragam fakta di atas, setidaknya ada dua hal penting bagi penulis yang menjadikan mahasiswa melahirkan demokrasi kenegaraan pasca dari kampus. Faktor itu dapat terlihat dari faktor internal dan eksternal. Pertama, internal mahasiswa membangun sebuah sistem yang mirip dengan negara dan ada beberapa yang mengkonsepkan trias politica. Organisasi yang dibangun di kampus menerapkan trias politica dengan lembaga-lembaga pada kekuasaan eksektutif, legislatif, dan yudikatif.

Lembaga-lembaga mahasiswa di kampus atau Dewan Perwakilan Mahasiswa merupakan yudikatif dan legislatif. Seperti halnya negara, di beberapa kampus untuk menaungi kelembagaan, disusunlah undang-undang untuk melegitimasi lembaga tersebut. Begitu pula halnya dalam pemilihan, seperti halnya pemilu, di kampus terdapat Pemira (Pemilihan Raya) untuk memilih Ketua dan Wakil Ketua BEM. Pemira menjadi pesta demokrasi mahasiswa. Baik di tingkat fakultas maupun universitas.

Suasana pemilihan ketua menjadi ajang demokrasi mahasiswa dalam memilih ketua lembaga. Inilah yang dimaksudkan penulis, bahwa kampus miniaturnya sebuah negara. Kampus memiliki negara yang ditata dan dikelola mahasiswa layaknya negara sesungguhnya. Bahkan, ada beberapa kampus yang menerapkan sistem partai politik mahasiswa dengan fraksi-fraksinya. Tak ketinggalan pula, muncul sebutan black campaign yang kita kenal pada saat pemilu Indonesia, pun terjadi di kampus. Koalisi, oposisi, dan istilah demokrasi lainnya bukan sekadar teori, tapi praktik sehari-hari.

Kedua, sebutan kampus miniatur negara, karena kampus dan mahasiswa seperti candra dimuka. Peran serta mahasiswa dalam demokrasi yang berjalan di negara ini sangat penting. Sikap politik dalam menanggapi kebijakan pemerintah, merupakan bentuk keterlibatan nyata dalam demokrasi. Banyak mahasiswa memberikan pernyataan politik luar negerinya, mengkritisi kebijakan pemerintah. Mahasiswa memiliki tugas moral sebagai pemuda, yaitu agent of change, agent of control social, dan moral force. Belum lagi fakta sejarah yang memperlihatkan sepak terjang mahasiswa dalam mengkritisi pemerintah, bahkan sampai menggulingkan rezim Soeharto yang berkuasa 32 tahun.

Akhirnya, awal kehidupan bernegara itu embrionya berasal dari kampus yang dibuktikan dari segala praktik kehidupan mahasiswa di kampus saat menjalankan perkuliahan. Kehidupan bernegara cermin kehidupan mahasiswa di kampus pada masa lalu. Mahasiswa telah bernegara, berdemokrasi dalam tatanan bangsa. Negara dan kampus adalah demokrasi mini yang diwujudkan melalui lulusan kampus yang berilmu dan bermartabat untuk mengubah peradaban. **





0 comments:

Post a Comment