Powered by Blogger.
Home » » OTOKRITIK MUHAMMADIYAH

OTOKRITIK MUHAMMADIYAH

Oleh : Anang Anas Azhar

Menapaki usia Muhammadiyah ke 104 tahun (18 November 1912-18 November 2016) berdasarkan penanggalan tahun masehi, Muhammadiyah tetap tegar menjalankan misi dakwah amar ma'ruf nahi munkar. Memasuki usia abad kedua ini, Muhammadiyah dihadapkan kepada persoalan sosial kemasyarakatan yang cenderung pragmatis. Tidak jarang pula, kader-kader Muhammadiyah terperangkap isu-isu kekuasaan sesaat dan jauh dari politik nilai.

Independensi Muhammadiyah justru dipertaruhkan dalam melihat persoalan bangsa Indonesia terkini. Muhammadiyah dianggap bukan lagi ormas independen dalam menjalankan khittahnya. Tetapi sebaliknya, Muhammadiyah justru ikut-ikutan terlibat "melawan" pemerintah karena ada sudut pandang kepentingan dalam perspektif politik. Otokritik yang disebutkan penulis, belakangan ini semakin menguat gejalanya, sehingga Muhammadiyah sudah terlibat terlalu jauh dalam politik praktis. Tidak berlebihan, jika penilaian yang dikatakan dalam tulisan ini dialamatkan kepada para elite Muhammadiyah yang secara langsung atau tidak langsung sudah bermanuver politik.

Secara institusi, harus diakui Muhammadiyah tidak berafiliasi kepada kepentingan politik pragmatis manapun, apalagi ikut terlibat mendukung salah satu partai politik. Muhammadiyah berdiri tegak dan konsisten pada khittahnya sebagai organisasi keagamaan dan sosial kemasyarakatan. Dinamika politik kebangsaan seperti ini, akhirnya mengharuskan Muhammadiyah untuk peduli kepada bangsa, meski tidak membawa nama Muhammadiyah secara organisatoris. Tetapi menjadikan Muhammadiyah berdiri tegak independen tanpa berafiliasi kepada satu kepentingan politik manapun.

Belakangan dalam kasus penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, Muhammadiyah berada pada garde terdepan menyelamatkan marwah Alquran yang sedang diinjak-injak Ahok. Sikap Muhamamdiyah ini mendapat perhatian khusus dari presiden. Bahkan, Presiden Joko Widodo mendatangi kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah melakukan silaturrahim dengan elite Muhammadiyah di Menteng Raya Jakarta. 

Dalam konteks ini, apa yang dilakukan Muhammadiyah merupakan kerja-kerja politik dalam tataran etika dan tidak keluar dari khittah. Tetapi meski demikian, masih ada sebagian masyarakat kita menganggp bahwa tindakan Muhammadiyah tidak pantas dengan cara mengerahkan massa bersama ormas lainnya pada aksi 4 November 2016 lalu. Harus dipahami bahwa, Muhammadiyah sendiri tidak mengharamkan politik, bahkan menganjurkan para kadernya untuk paham politik. Juga, tidak melarang kadernya berkiprah di partai-partai politik. Apa yang dilakukan Muhammadiyah dalam kiprah politik kebangsaan hari ini, demi penyelamatan agama dari perilaku penistaan orang-orang di luar Islam.

Otokritik
Sikap-sikap kebangsaan yang dilakukan Muhammadiyah terkadang menjadi dilematis. Satu sisi, Muhammadiyah secara internal belum terbangun rapi, sampai ke basis cabang dan ranting. Tapi di sisi lain, peran kebangsaan harus dilakukan terutama untuk penyelamatan bangsa.  Dua hal ini memang tidak terpisahkan, dan menjadi otokritik Muhammadiyah dalam menjalankan dakwah keummatannya.

Dalam hal pembinaan cabang dan ranting misalnya, secara hirarkhi keorganisasian, cabang dan ranting  merupakan ujung tombak pengembangan Muhammadiyah berbasis cabang dan ranting. Pertama, cabang dan ranting merupakan ujung tombak dalam rekrutmen anggota dan kaderisasi.
Kedua, ujung tombak dalam menjalankan dakwah keagamaan.
Ketiga, ujung tombak dalam ukhuwah dengan organisasi Islam yang lain, maupun dalam perjumpaan dengan organisasi sosial yang lain. Keempat, duta Persyarikatan di masyarakat. Kelima, ujung tombak dalam membela kepentingan umat. Lima poin ini harus menjadi pekerjaan rumah seluruh kader, sehingga Muhammadiyah tidak hanya kuat di puncak, tetapi kokoh juga di basis cabang dan ranting.

Secara kuantitas, jumlah cabang dan terutama Ranting Muhammadiyah masih terhitung minim. Dari 5.263 jumlah kecamatan di Indonesia, baru 3.221 yang memiliki Cabang Muhammadiyah atau sekitar 61%. Sementara di tingkat ranting kondisinya lebih parah lahi, karena baru ada 8.107 Ranting Muhammadiyah dari 62.806 jumlah desa yang ada, atau hanya 12%. Dari angka-angka di atas tampak bahwa pengaruh dan popularitas Muhammadiyah belum tercermin dalam kuantitas organisatorisnya. Secara kualitas, meskipun jika dibandingkan dengan beberapa ormas Islam yang lain, Muhammadiyah jauh lebih unggul, namun masih jauh dari harapan warga Muhammadiyah sendiri.

Apa yang diuraikan di atas, hemat penulis secara organisatoris Muhammadiyah masih terbilang rapuh. Masih banyak cabang dan ranting yang belum memiliki kepengurusan yang lengkap, dan belum mampu menjalankan tertib organisasi, dalam hal adiministrasi, keuangan, maupun kegiatan. Alasan lain adalah, belum adanya tertib organisasi menyebabkan kepengurusan cabang dan ranting rentan konflik internal, terutama terkait dengan pengelolaan amal usaha.

Kemudian, masih lemahnya inisiatif bahkan warga Muhammadiyah dan cenderung pasif dan menunggu instruksi dari atas. Kondisi ini pula diperparah lagi, bahwa SDM dari pimpinan cabang dan ranting masih banyak didominasi kalangan usia lanjut. Inilah yang membuktikan  bahwa Muhammadiyah masih lemah secara administratif. Meski jika dibanding ormas lainnya, Muhammadiyah termasuk ormas yang rapi dalam manajemennya. Fakta-fakta yang diungkapkan ini, menurut hemat penulis merupakan otokritik Muhammadiyah dan ke depan harus ada perbaikan, sehingga Muhammadiyah tetap bertahan dari generasi ke generasi.

Baik persoalan politik pragmatis dan penataan keorganisasian, menjadi dua hal penting bagi Muhammadiyah untuk memperbaiki diri. Kader dan pengurus Muhammadiyah harus menjadi panglima memimpin perubahan ini, sehingga Muhammadiyah menjadi organisasi yang rapi dalam berpolitik santun dan rapi dalam pengelolaan manajemen organisasi.

Akhirnya melalui Milad Muhammadiyah ke 104 ini, peran serta kebangsaan Muhammadiyah harus tetap dipertahankan. Sebab, melalui otokritik yang dilakukan inilah, Muhammadiyah diharapkan secepat mungkin berbenah menuju organisai world class, organisasi yang disegani oleh yang lainnya termasuk menjadi organisasi yang lengkap dan menjadi perhatian dunia luar. **  

** Ketua Majelis Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Muhammadiyah Kota Medan, Dosen FIS UIN-SU dan FISIP UMSU **

0 comments:

Post a Comment